Senin, 02 Juni 2008

Sosok Sang Komandan

Celotehan Seorang…..


Aku terlahir dengan nama FERRY FIRMANSYAH, di atas kasur yang empuk di sebuah rumah sakit kecil untuk kaum menengah ke bawah di Bangil Pasuruan pada tanggal 26 juli 1982. Di rumah sakit itulah aku pertama kali menangis, karena harus terlahir di dunia baru yang penuh dengan kemunafikan. Aku yang sejak kecil mendapatkan pengawasan yang cukup ketat dari keluarga membuat karakter ‘pemberontak’ muncul dalam ruh dan jiwaku.


Pemberontakan’ itu membuat aku harus berpindah dari Bangil ke sebuah desa yang lagi tumbuh menjadi desa industri, sebuah proses industrialisasi yang sedang menggerus tradisi-tradisi pedesaan yang merupakan karakter dari bangsa ini. Desa itu bernama NOGOSARI kecamatan PANDAAN, tepatnya jalan Urip Sumoharjo Gang III No. 37.


Sekolah Dasar yang kulalui di SDN 2 Pandaan berjalan dengan datar, tanpa irama yang cukup menarik untuk didengarkan, begitupun ketika aku melalui masa-masa SMP di sebuah Sekolah yang merupakan sekolah favorit di Pandaan, yaitu di SMPN 1 Pandaan. Pergumulan kehidupannku mendapatkan irama yang cukup menarik ketika aku menginjak SMA. Di sebuah sekolah yang melahirkan ‘orang-orang nakal’ bernama ELPAMAS yang menelurkan sebuah karya berjudul Rumah Sangat Sederhana Sekali dan juga seseorang yang sekarang lagi ramai diperbincangkan, calon wakil gubernur jatim bernama Saifullah Yusuf atau lebih akrab dipanggil Gus Ipul. Pergumulan di SMAN 1 Pandaan aku mulai sedikit mengerti tentang pentingnya arti sebuah kehidupan dan persahabatan. Berselingkuh dengan dunia jalanan sudah menjadi luapan ekspresiku dalam memaknai masa-masa SMA.


Pendidikan S1 :

1. Jurusan Perbandingan Agama Fak. Ushuluddin IAIN Surabaya Tahun 2000 (gak krasan)

2. Fakultas Hukum UNISMA Tahun 2001-2007


Pengalaman Organisasi di PMII :

  1. Wakil Ketua Rayon Al Hikam Fakultas Hukum Tahun 2002-2003

  2. Ketua Rayon Al Hikam Fakultas Hukum Tahun 2003-2004

  3. Sekretaris SAINS Komisariat UNISMA Tahun 2004-2005

  4. Direktur BPHA rezimnya Ali

  5. Koordinator Biro Pengelolaan Opini Publik Rezimnya Zaini

  6. Sudah saatnya buat Rezim sendiri


Pengalaman Organisasi Di Luar PMII:

  1. Sekretaris MPM UNISMA tahun 2003-2004

  2. Gubernur Mahasiswa Fakultas Hukum UNISMA tahun 2004-2005

  3. Sekretaris FORKOM BEM FH JATIM 2005-2006

  4. Div. Advokasi Kelompok Kajian & Pengembangan Masyarakat tahun 2005-sekarang

  5. Div. Advokasi Aliansi Petani Indonesia Regio JATIM 2007-Sekarang

  6. Div. Advokasi Konsorsium Pembaharuan Agraria Regio Jatim 2007-sekarang

  7. Milanisti Football Club sejak lahir hingga sekarang


Macak serius nich……………….


Three Locus Pergerakan: Membangkitkan Tradisi Dalam Kepungan Neoliberalisme.

Three Locus Pergerakan yang menjadi konseptual di rezimnya ini berawal dari melihat pertumbuhan dan perkembangan Nahdhatul Ulama yang notabenenya orang tua kultural kita. NU tumbuh dan berkembang besar hingga saat ini menurut analisis saya karena NU mempunyai Madrasah (lembaga Pendidikan), Masjid dan Masyarakat. Selain itu Three Locus Pergerakan ini adalah perwujudan dari motto PMII yaitu DZIKIR, FIKIR & AMAL SHOLEH.

Madrasah atau lembaga pendidikan adalah bagian penting dalam proses kaderisasi PMII, dalam hal ini bukan hanya di wilayah kampus saja yang menjadi sorotan, akan tetapi ruang yang lebih dini juga harus mendapatkan porsi yang cukup besar untuk dijadikan lahan ekspansi PMII. Ruang-ruang sekolah harus menjadi ladang garapan untuk melakukan kaderisasi kepada siswa-siswa sebelum mereka memasuki dunia kampus. Dorongan untuk mengkampanyekan di dunia sekolah adalah sebuah keharusan. Dengan berbagai potensi yang dimiliki oleh kader PMII, tentunya hal ini menjadi sebuah jalan baru untuk keberlanjutan masa depan PMII. Nalar siswa yang selama ini hanya menjadi robot-robot pendidikan yang dikendalikan oleh nalar berfikir praktis menjadi pekerjaan besar bagi PMII untuk melakukan perubahan kontruksi pemikiran bagi siswa, yaitu kontruksi nalar yang mengedepankan sikap kritis dan lebih mementingkan proses yang harus dilalui daripada hanya mementingkan tujuan apa yang harus dicapai.


Masjid adalah ruang publik yang memungkinkan bagi umat islam dari berbagai golongan ataupun aliran untuk datang ke rumah Allah. Ternyata tidak hanya motivasi ibadah saja mereka berada di Rumah Allah, tetapi juga tujuan-tujuan politik. Gerakan islam transnasional yang ‘merampas’ masjid-masjid yang berasaldari NU tentunya menjadi pekerjaan yang besar bagi PMII untuk ‘merebut’ kembali masjid-masjid tersebut. Gerakan islam transnasional adalah gerakan politik internasional yang menggunakan label islam, pusatnya ada di luar negeri seperti timur tengah ataupun mesir, sedangkan di Indonesia adalah agennya. Kita harus mewaspadai gerakan ini karena gerakan ini telah meminggirkan tradisi-tradisi kita dengan mengganti budaya ‘islam impor’.


Masyarakat adalah bagian yang tidak terpisahdari PMII sebagai organisasi gerakan. Tujuan PMII didirikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan-pendidikan kritis transformatif, bukan hanya menjadi organisasi pengkaderan an sich. PMII harus berperan aktif dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di tanah air ini. Dengan terus bertambahnya kader, maka selama itulah PMII harus berproduksi dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa, tentunya pergeseran-pergeseran paradigma PMII akan disesuaikan dengan kemajuan zaman. Ketahanan budaya lokal bisa bertahan karena peranan PMII, maka akan sangat kehilangan nilai historisnya apabila PMII hanya menjadi menara gading dan terasing dari kehidupan masyarakat. PMII mengsiyaratkan sebagai organisasi gerakan yang selalu kritis di tengah-tengah masyarakat untuk meneriakkan keadilan dan demokratisasi.


Hari ini kita hidup di tengah-tengah mesin perubahan dunia yang serba cepat yang ditandai dengan tingginya mobilitas sosial yang diproduksi oleh kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata (invisible hand): sebuah kekuatan yang berada di balik fakta yang tampak; kekuatan yang mampu menggerakkan sebagian aktifitas manusia, kekuatan yang mampu menghegemoni sebagian besar pengetahuan yang tersebar di seluruh penjuru dunia, kekuatan yang selalu menunjukkan wajah angkernya karena tak mengenal belas kasihan bagiyang tidak searah dengannya, sebuah kekuatan maha dasyat yang mampu bermilyaran manusia untuk rela mebelanjakan apa yang dimilikinya tanpa menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang digiring menuju ruang pembantaian yang tiada akhir. Begitu menyeramkan kondisi sosial hari ini, terlalu banyak patologi sosial yang berkembang, begitu banyak parasit-parasit sosial yang menggerogoti sistem sosial, sehingga induk semangnya berada dalam kondisi sekarat, sebuah kondisi di mana peran-peran penyusun sistem sosial berada dalam posisi tidak seimbang. Gejala sosial yang timbul adalah pindahnya magnet kolektifisme sebagai suatu yang sudah menyejarah: terutama hadir dalam budaya masyarakat primitif dan agraris-feodalistik, menuju kutub magnet individualisme, kutub yang menggejala di awal-awal abad 18 sebagai dampak tumbuhnya industrialisasi, sebagai tangan kapitalisme. Sebagai organisasi kader yang memiliki segmen keanggotaan dari kelas elite status sosial, PMII dituntut tidak hanya berkutat pada persoalan teoritis an sich, tetapi juga harus turun pada ranah-ranah praksis, fakta yang memerlukan agent of change. Gerakan mahasiswa pada era rezim Soeharto hingga saat ini, tidak sedikit pula yang memberikan label gerakan liberal mulai mengembang dam menjamur pada kalangan bawah (masyarakat biasa) dan menebarkan wahyu pemberontakan.


Merumuskan Isu Strategis Dan Menentukan Positioning

Apa yang harus dirumuskan ? Dan bagaimana positioning PMII ? masalah ini harus dilihat secara keseluruhan, tidak bisa dilihat secaraparsial. Akankah PMII hanya terpaku sebagai organisasi pengkaderan saja ? untuk melihat hal ini, ada bebrapa hal yang bisa kita cermati bersama:

Pertama, secara politik, PMII yang secara kultur adalah ‘anak kandung’ dari NU samapai kapnpun akan dilirik oleh kekuatan politik manapun, kekuatan massa arus bawah yang besar dan pengaruhnya yang besar akan memikat semua kekuatan politik di Jawa Timur, tatapi masalahnya apakah hanya menjadi obyek kekuatan politik semata yang hanya akan dipakai menjelang momentum pemilu atau PILKADA dan setelah itu ditinggal lagi. Yang harus dilakukan oleh PMII adalah menjadi kekuatan politik kerakyatan dan kenegaraan. Kekuatan politik kerakyatan adalah menginisiasi dan memperkuat kekuatan politik rakyat agar lebih cerdas dan kritis dalam melihat penyelewengan berbagai kebijakan yang ada di sekelilingya. Politik kenegaraan diartikan bahwa PMII harus mampu merespon persoalan-persoalan bangsa yang sedang bermunculan.

Kedua, Sosial Budaya, dalam ruang ini diharapkan tidak ada dikotomi antara tradisional, konservatif, modernis dan sekuler. Yang membedakan PMII denga organisasi lainnya adalah PMII lahir, tumbuh dan berkembang dari kepentingan masyarakat. Adanya satu kesatuan masyarakat dengan mahasiswa menyiratkan betapa PMII harus mengembangkan hubungan yang saling menguatkan. Maka dalam konteks sosila budaya inilah, PMII menjadi perekat komunikasi sosial, menjadi ujung tombak dalam mengekspresikan berbagai kekuatan lokal sehingga akan terus eksis dan diakui keberadaannya. Ketika pintu negara semakin terbuka dan terhegemoni oleh kekuatan luar, maka PMII menjadi pintu seleksi bagi transaksi antar kebudayaan dan peradaban. Oleh karena itu, kader-kader PMII harus mampu menjadi lokomotif penggerak sejarah yang membawa gerbong-gerbong perubahan bukan menjadi duduk ongkang-ongkang yang akhirnya hanya menjadi rongsokan-rongsokan sejarah.


PADEPOKAN BETEK 164

8 Mei 2008

Tidak ada komentar: